Saturday, January 7, 2012


Matanya masih sayu oleh sisa-sisa mimpi. Dalam kesadaran belum sempurna, sesuatu yang dicari adalah sebuah ponsel. Ia baca pesan;
“Mas, dimana?”
Ia baru tersadar, kalau ternyata di akhir pekan ini, hari sabtu, ia punya janji dengan temannya untuk hadir di acara seminar yang bertema budaya, katanya.
Waktu sudah menunjuk pada pukul 11.00 WIB. Dia menimbang, haruskah hadir atau tidak, sebab dia sudah telah 3 jam sesuai janji bahwa acara seminar dimulai pukul 8 pagi. Tapi untuk memenuhi janji ia asal datang saja, meski sudah telat.
Setelah mandi dan dandan secukupnya, tidak lupa ia memakai topi kebanggaannya, sebuah topi yang biasa dipakai oleh seniman, ia langsung berangkat menuju tempat acara di selenggarang, di ABM.
Memang benar, acara sudah dimulai ketika ia sampai di tempat. Ia langsung masuk tanpa registrasi. Sudah ada orang banyak di dalam. Dengan wajah menengok ke sana kemari, ia mencari teman yang mengajak di acara tersebut. Ternyata ia tidak menemukan. Ia seperti orang asing di situ karena tidak ada di antara orang banyak itu yang dikenali. Ya sudah, ia duduk saja di posisi paling belakang di deratan samping panggung. Para peserta membentuk huruf U.
Karena terlambat, ia tidak terlalu memerhatikan arah pembicaraan yang sedang berlangsung di acara seminar itu. Ia membuka hp sekedar untuk membuka twitter. Tiba-tiba teman yang mengajak hadir di acara seminar itu hadir di sampingnya.
“Ayo mas, registrasi dulu, biar dapat souvenir dan makan siang”
Dia ikut saja di belakangnya menuju tempat petugas administrasi pendaftaran. Ia mendapatkan sebuah note dan kartu nama, dan 2 pin keci. Setelah daftar ia masuk kembali ke tempat duduk semula.
Tak lama panitia member aba-aba pada peserta untuk mengambil makan siang. Ia langsung menuju tempat pengambilan makan itu, kebetulah ia belum sempat sarapan. Pasti perutnya sudah menjerit.
Di depan ruangan, setelah makan, ia menyedot rokok dengan menikmati pemandangan kampus itu yang cukup sejuk dan orang-orang yang lewat di depan dia. Kebetulan, SPG sponsor yang ada di samping ia duduk sangat menarik untuk dinikmati. Pekaiannya mini dan hemmm…..
Ia kembali lagi dalam ruang. Acara dimulai dengan penyampaian masalah hosting. Ternyata seminar yang ia hadiri tidak seperti harapan. Karena ketika membaca undangan adalah undangan seminar budaya. Ternyata seminar itu adalah acara ulang tahun blogger malang yang ke-4.
Acara tidak begitu menarik untuknya. Ia keluarkan buku berjudul filsafat ilmu sebuah pengantar popular. Ia lebih tertarik membaca buku itu. Tiba-tiba hpnya berdering,
“Uangnya sudah kamu bayarkan”
“Sudah”
Tak lama telfon masuk.
“Sudah kamu bayar?”
“Sudah, Bu.”
“Sampai bulan apa?”
Untuk pertanyaan yang terakhir ia bingung menjawab. Karena sebenarnya uang itu belum ia bayarkan tunggakan bayar makan pondok. Sudah dikirim untuknya oleh orang tuanya, tapi ia belum sempat mengambil, mungkin karena ia males.
Hujan turun di luar. Ia menengok arah jarum jam. Ternyata sudah menunjukkan pukul  14.00. ia tahu ia punya jadwal latihan drama di kampus yang akan tampil minggu depan. Ia segera keluar menerobos rintik hujan menuju kampusnya sendiri.
Sampai kampus ternyata masih sepi. Hanya beberapa anak saja yang sudah datang untuk latihan. Setelah menunggu, satu per satu datang. Latihan pun dimulai seperti hari-hari sebelumnya. Ia cukup senang hari ini. Karena penampilannya cukup meningkat dari pada 3 hari sebelumnya yang kena semprot dari produser.
Latihan drama yang dimulai dari jam 2 siang berakhir hingga pukul 17.30. ia bingung mencari tempat sholat. Karena libur mushola rektorat, tempat yang paling dekat dengan tempat latihan tutup karena hari sabtu.
Akhirnya ia menuju ke gedung fakultasnya sendiri, Fakultas Ilmu Budaya. Setelah sholat ia menyalami teman-temannya di depan gedung.
Ia berbincang sebentar hanya sekedar basa basi. Di situ ia menyeruput kopi. Anehnya kopi itu sebotol aqua ukuran 2liter penuh.
Ia pun berniat kembali ke pesantren ia tinggal di Malang. Hujan turun lagi tapi tak begitu lebat. Ketika di parkiran ia bersua dengan produser drama yang berjudul Roro Mendut itu. Produser itu namanya Sophi. Cewek yang terliahat sinis dari raut wajahnya, tapi ia orangnya pintar, menurutnya. Sehingga sering minder jika ketemu dia.
Setelah pamitan basa basi, ia meluncur. Karena hujan ia pakai mantel. Ia biarkan rambutnya diterpa hujan tapi seluruh tubuhnya terlindungi mantel.
Sampai pondok adzan magrib bergema. Ia laksanakan kewajiban sholat dan baca surat yasin, agar semua impiannya menjadi penulis dan segala urusan kuliah, keluarga dimudahkan oleh yang maha esa.
Ia jatuhkan tubuh di tempat tidur sambil baca tweets. Memang ia banyak mendapat pelajaran dari tweets itu. Setelah tak ada update yang menarik ia kembali membaca buku yang dibaca di ruang seminar beberapa saat. Buku itu cukup sulit untuk dipahami meskipun hanya sebuah pengantar filsafat.
Hujan belum reda juga dari sore tadi. Perutnya terasa kelaparan. Tapi ia tahu uangnya tinggal 2000 rupiah. ia berpikir lebih baik ia mengambil uang yang ditanyakan orang tuanya tadi siang. Ia berangkat.
Di ATM cukup antri lama, karena orang yang ada di dalam cukup lama. Entah apa yang dikerjakan.
Setelah mengambil uang, ia menuju ruang kantor pembayaran. Ia sangat merasa lega, setelah melakukan bayar hutang makannya.
Karena badan sudah gemetar menahan lapar ia menuju warung depan pesantren yang menjajakan nasi ceker sebagai khasnya. Ia sudah cukup akrab dengan penjualnya sehingga ia dikasih harga murah disbanding dengan pembeli lainnya. Cukup 5ribu sudah bisa makan daging ayam, ceker dan kepala.
Bab selanjutnya……..